[ad_1]

Pertanyaan:
Setahu saya, nafkah adalah kewajiban bagi suami, sedangkan istri tidak wajib mencari nafkah. Lalu bagaimana jika ada istri yang diceraikan oleh suaminya, siapa yang akan menghidupi istri? Terimakasih atas balasan anda.
Menjawab:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘alaalihi wa shahbihi ajma’in. Amma badu.
Seorang wanita yang diceraikan oleh suaminya, jika talaknya satu atau dua talak, dan suaminya masih dalam jangka waktu iddah, maka statusnya masih suami istri sehingga harus dijaga oleh suaminya. Tuhan ta’ala dikatakan,
اللَّقَـتُ لَـثَـةَ …
“Wanita yang bercerai harus menahan hingga tiga corus.” (Qs. al-Baqarah: 228).
Al-Baghawi menjelaskan dalam komentarnya:
الزينة الطيب النقلة لى اق اجهن
“Arti dari ayat ini adalah sebagai berikut: mereka (perempuan) harus menjalani masa iddah tanpa bersolek, tanpa menggunakan wewangian dan tanpa meninggalkan rumah suaminya ketika ia bercerai.”
Tuhan ta’ala juga berkata:
لَا لَا
“Janganlah kamu (suami) mengambil istri-istrimu (yang telah bercerai) dari rumahmu, dan mereka (istri-istri) tidak boleh meninggalkan rumah suaminya.” (QS. At-Thalaq: 1).
Para ulama ijma’ (setuju) dalam hal ini. Imam asy-Syafi’i rahimahullah dikatakan:
لم لَمْ الِفًا لِ العِلمِ المُطَلَّقةَ التي لِكُ ا ا الأزو؛ ليه اا
“Saya tidak tahu apakah ada kesalahan di kalangan ulama bahwa perempuan yang diceraikan yang masih bisa dirujuk oleh suaminya tetaplah suami istri. Jadi kamu harus memberinya nafkah dan tempat tinggal” (Al-Umm5/253).
Adapun perempuan yang diceraikan tiga kali atau suaminya telah meninggal, maka kewajiban menafkahinya ada pada ayah perempuan itu. Jika memang wanita tersebut tidak memiliki penghasilan dan dalam keadaan miskin.
Dalam hadits surah bin malik radhiyallahu ‘anhubahwa Nabi sallallaahu ‘alayhi wa sallam berkata::
اقةُ، لَا لُّكَ لى الصَّدَقةِ ال ال: لى ا ل اللهِ، ال: ابنَتُكَ ليكَ، ليس لها اسبٌ
“Wahai Suraqah, maukah aku memberitahumu tentang sedekah yang paling besar?” Suraqah berkata: “Tentu saja, ya Rasulullah”. Rasulullah SAW bersabda: “(Kamu mendukung) putrimu yang dikembalikan kepadamu, yang baginya tidak ada penghasilan kecuali darimu.” (Riwayat Ibn Majah no. 3667, disahkan oleh Syu’aib al-Arnauth in Takhrij Musnad Ahmad 17586).
At-Thibi rahimahullah jelaskan hadits ini :
ال لق لى ا
Artinya perempuan yang menceraikan dan kembali ke rumah bapaknya.Al-Kasyif ‘an Haqaiq as-Sunan10/3197).
Karena pada dasarnya nafkah anak perempuan adalah kewajiban ayahnya. Ketika gadis ini menikah, kewajiban itu berpindah ke suaminya. Namun, ketika suaminya meninggalkannya, kewajibannya jatuh kepada ayahnya.
Dan kewajiban ini jatuh pada ayah dari wanita jika dia memenuhi semua persyaratan berikut:
- Sang ayah mampu menafkahinya.
- Gadis itu membutuhkan atau miskin.
Itu yang kami maksudbahwa dia memiliki penghasilan hanya dari AndaDalam hadits. Jika kedua syarat ini tidak terpenuhi, maka tidak ada kewajiban bagi ayah untuk menafkahinya. Allah ta’ala dikatakan:
لَا لِّفُ اللَّهُ ا لَّا ا
“Allah tidak memaksakan kepada siapa pun kecuali seukuran kemampuannya” (Surat al-Baqarah: 286).
Bagaimana jika ayahnya pergi?
Jika ayahnya meninggal dunia atau tidak mampu menafkahinya, kewajiban menafkahinya ada pada kerabat terdekatnya. Seperti putranya, kakeknya, saudara laki-lakinya atau saudara perempuannya, pamannya, dll.
Tuhan ta’ala dikatakan:
ا لَّقْتُمُ النِّسَاءَ… (232) juara
“Dan jika kamu menceraikan istri-istrimu… Dan adalah kewajiban seorang ayah untuk memberi makan dan pakaian ibu-ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dimuat tetapi sesuai dengan tingkat kemampuan. Seorang ibu tidak boleh menderita karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan para ahli waris juga wajib melakukannya” (QS. Al-Baqarah: 233).
Syekh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di menjelaskan ayat “dan ahli waris wajib melakukannya”, katanya:
ل لى الأقارب المعسرين, لى القريب الوارث الموسر
“Ayat ini menunjukkan orang tua yang cakap WAJIB memenuhi kebutuhan orang tua yang kurang mampu” (Tafsir as-Sa’di).
Juga seperti hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuNabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
لَيْهَا، لَ لأَهْلِكَ، لَ لِكَ لِذِي ا لَ
“Mulailah dari diri sendiri, berikan hidup Anda. Jika ada kelebihan, dukung keluarga Anda. Jika Anda telah menafkahi keluarga Anda dan masih ada kelebihan, dukunglah Anda. Jika Anda telah menafkahi kerabat Anda dan masih ada kelebihan, maka sediakan terdekat dan seterusnya” (HR. Muslim no. 997).
Hadits ini menunjukkan bahwa wajib memberi nafkah kepada kerabat yang membutuhkan.
Jika tidak ada anggota keluarga yang mampu menghidupi dirinya sendiri atau jika mereka tidak mau menghidupi dirinya sendiri, maka wanita ini harus bersabar, percaya dan meminta bantuan kepada Allah, dan berusaha mencari nafkah sesuai dengan apa yang telah dimudahkan Allah untuknya. .
Dan wanita seperti itu, jika dia dalam kondisi miskin, berhak menerima zakat dari Muslim. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuRasulallah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,
surat
“Orang yang bekerja membagi-bagikan harta zakatnya kepada para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang tahajud di malam hari dan puasa di siang hari” (HR Bukhari n° 5353 dan Muslim No. 2982).
Namun, kami juga menyarankan agar para janda dalam keadaan seperti itu mempertimbangkan untuk menikah lagi. Karena pernikahan adalah pemenuhan ibadah dan sunnah Nabi.
Wallahu a’lam.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Anda dapat membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Unduh sekarang !!
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONOR.
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
YAYASAN JARINGAN YUFID
Kode BSI: 451
Konsultasi syariah, Syukuran rumah baru, Wanita lebih baik sholat di rumah atau di masjid, Hukum pengusiran setan dalam Islam, Warna darah haid menurut Islam, Bisa diampuni dosa besar, Cara mandi wajib menurut syariah islam