[ad_1]

Pertanyaan:
Saya memiliki seorang teman dekat yang merupakan saudara perempuan, dia tidak memiliki saudara di Bandung selain paman dan bibinya tetapi tidak dalam satu rumah. Dia tinggal bersama neneknya dan nenek qodarullahnya harus masuk rumah sakit. Kemudian dia mendapat jadwal untuk merawat neneknya dari pagi hingga siang hari. Bergantian dengan bibi dan pamannya yang berada di Bandung. Jadi dia meminta bantuan saya untuk menemaninya pulang di malam hari untuk bermalam. Jadi, mungkin pada sore hari Anda akan datang untuk bermalam, dan pada pagi hari Anda akan kembali ke rumah. Ayah Ana enggan mengizinkannya karena khawatir. Jika dia mengizinkan, dia mendapat dosa karena meninggalkan Ana sebagai putrinya sendirian di luar rumah bersama saudara perempuan lainnya. Ayah saya juga menyarankan agar teman-teman saya tinggal bersama saya. Tapi entah kenapa temanku juga tidak bisa. Lalu akhirnya bapak saya mempertanyakan argumentasi atau pernyataan ustadz yang memperbolehkan ustadz. Sebagai adik lajang, apakah Anda diperbolehkan untuk membantu teman Anda seperti itu, Ustadz?
Menjawab:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala ashrafil anbiya wal mursalin, nabiyyina Muhammadin wa ‘alaalihi wa shahbihi ajma’in. Amma badu.
Pertanyaan-pertanyaan di atas biasanya mengandung dua pembahasan, yaitu undang-undang yang mengizinkan perempuan keluar rumah dan undang-undang yang membolehkan perempuan keluar rumah.
Pengecualian dari rumah untuk wanita
Awalnya, tempat terbaik bagi seorang wanita adalah di rumahnya, dan dia hanya keluar saat dibutuhkan. Tuhan ta’ala dikatakan,
;
“Dan kamu (wanita) tinggal di rumahmu” (Surat al-Ahzab [33]:33)
Namun para ulama mengatakan bahwa di masa lalu para wanita di zaman Nabi pergi keluar rumah untuk menghidupi diri. Bagi perempuan untuk meninggalkan rumah selama memenuhi syarat sebagai berikut.
- Ada kebutuhan (kebutuhan)
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat di atas, beliau berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada keperluan” (Tafsir al-Quran al-Azim, 6/408).
Dan perlu diketahui niat atau al hajah adalah pertanyaan yang, jika tidak diselesaikan, akan menghasilkan masyaqqah (kesulitan). Berbeda dengan keadaan darurat atau adh-dharurahini adalah pertanyaan yang, jika tidak diselesaikan, akan menghasilkan madhara (bahaya). Kasus yang mengeluarkan perempuan tidak harus kasus darurat, tetapi ada cukup kasus yang merupakan masalah niat. Adapun wanita yang keluar rumah tanpa niat, maka dia tercela berdasarkan ayat di atas.
- Menutup aurat saat keluar rumah menggunakan hijab syar’i
Wanita yang keluar rumah wajib menutup aurat dan memakai hijab yang syar’i. Karena di luar rumah dia akan bertemu dengan seorang pria ajnabi (non mahram). Tuhan ta’ala dikatakan:
ا النَّبِيُّ ل° milikku
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu, dan istri-istri orang mukmin: ‘Biarkan mereka membentangkan jilbab di tubuh mereka. Hal ini agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga tidak terganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. » (Surat al-Ahzab: 59).
Tuhan ta’ala juga berkata:
لَا الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan janganlah kamu menjadi tabarruj (menunjukkan ketelanjangan) dan menjadi seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah zaman dulu…” (Surat al-Ahzab: 33).
Dan kewajiban menutup aurat dan berhijab adalah ketika seorang wanita dilihat oleh seorang pria ajnabi, baik di luar maupun di dalam rumah. Selama ada laki-laki ajnabi, maka wajib menutup aurat dan menggunakan hijab syar’i. Az-Zarqaani berkata,
الحرة ل لم الوجه الكفين ا
“Aurat wanita di depan pria muslim ajnabi adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan” (HR.Sharh Mukhtashar Khalil176).
- Telah disahkan oleh suami atau wali
Ulama dari 4 sekolah sepakat bahwa seorang wanita yang meninggalkan rumah harus meminta izin dari suami atau ayahnya jika dia belum menikah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
لا ا ا الْمَسَاجِدَ ا ا لَيْهَا
“Jangan larang istrimu pergi ke masjid, jika mereka telah meminta izinmu” (HR.Muslim No.442).
Kalau keluar masjid harus minta izin dulu, apalagi ke pasar, taman, rumah teman, dll.
Di al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (19/107) mengatakan,
الأصل النساء ات لزوم البيت ات الخروج …
“Hukum asalnya adalah wanita diperintahkan untuk tinggal di rumah dan dilarang keluar rumah… jadi mereka tidak boleh keluar kecuali dengan izin suaminya”.
- Tanpa make-up dan tanpa parfum
Jika seorang wanita keluar rumah, dia tidak boleh memakai riasan dan tidak boleh menggunakan parfum yang bisa tercium oleh pria non-mahram, meskipun dia memakai jilbab syar’i. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
لا ا ا اللهِ اجِدَ اللهِ، لكنْ لِيَخرُجَنَّ لاتٌ
“Jangan melarang wanita yang ingin pergi ke masjid. Dan jika mereka keluar, mereka tidak boleh berdandan.” (HR. Abu Daud no. 565, shahih al-Albani in Sahih Abu Daoud).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata:
ا ا المسجدَ لا ا
“Jika salah seorang di antara kamu (wanita) datang ke masjid, jangan menggunakan parfum.” (HR.Muslim No.443).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata:
امرأةٍ ابت ا لا ا العِشاءَ ال
“Wanita mana pun yang terkena bakhur (asap untuk parfum) tidak ikut shalat Isya bersama kami di masjid” (HR.Muslim No.444).
- Jauhi hal-hal yang menimbulkan fitnah (godaan) dan bahaya
Wanita yang keluar rumah harus menahan diri dari bergaul dengan pria non-mahram, berjabat tangan dengan pria non-mahram, dll, yang akan menyebabkan fitnah (godaan) dan bahaya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
ال الرجالِ النساءِ
“Tidak ada fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah (cobaan) terhadap perempuan” (HR al-Bukhari n° 5096, Muslim n° 2740).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
ال اا الشيطان
“Perempuan adalah ketelanjangan. Jika dia keluar, Setan memperindahnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1173, disahkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).
Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ berkata:
ادت المرأة البيت ا لا لا ا، لة، لباس الزينة الطيب، لك الأمور، انجي ل التي ل
“Jika seorang wanita ingin keluar dari rumahnya, dia harus keluar hanya dengan izin suaminya atau mahramnya. Dan dia keluar telanjang, tanpa menggunakan perhiasan dan parfum, dan hal-hal lain yang akan menarik pria kepadanya. Dan dia juga harus dalam kondisi hijab.” (Fatawa al-Lajnah al-Daimah, Tidak. 4302, bab 17, hal. 111).
Penghakiman wanita tinggal jauh dari rumah tanpa bergerak
Awalnya, seorang wanita diizinkan untuk tinggal di luar rumahnya tanpa ditemani oleh mahram, jika itu bukan bagian dari perjalanan. Karena yang harus ditemani oleh mahram adalah perjalanan perjalanan. Kelayakan ini dengan syarat bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat bagi seorang wanita untuk meninggalkan rumahnya sebagaimana tersebut di atas. Dan ditambah syarat lain, yaitu tempat tinggalnya harus merupakan tempat yang aman dari bahaya.
Sheikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
لا لك ا لم لك ا ا ا الشر؛ لا لا لسي ا ا المحل ا؛ لا لا لوة
“Tidak ada salahnya seorang wanita tinggal dengan saudara perempuannya selama tidak ada bahaya. Adapun jika ada bahaya, seperti suami saudara perempuannya adalah laki-laki yang dikenal jahat, atau perempuan ini khawatir akan bahaya dari pihak laki-laki, maka ia tidak boleh tinggal di sana dan tidak boleh ikut majelis bersama mereka. Adapun apakah tempat itu aman, maka tidak ada salahnya menginap di tempat saudara perempuannya. Artinya, dia tinggal di kamar khusus, dan tidak khulwah itu” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi Nomor 15114).
Adapun hadits Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anhabahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan:
الذِي ا اا اا لاَّ اتِكَةٌ لَّ ا ال
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, setiap wanita yang menanggalkan pakaiannya di luar rumah ibunya, dia telah merobek tabir antara dirinya dan ar-Rahman.” (HR. Ahmad [6/361]disahkan oleh al-Albani di Garis Abu-Shahihah [7/1308]).
Dalam cerita lain:
ا اا ا
“…setiap wanita yang menanggalkan pakaian di tempat lain selain di tempat suaminya…” (HR.Abu Daud No.4010).
Hadits ini tidak melarang wanita untuk tinggal di luar rumah, tetapi melarang membuka aurat saat berada di luar rumah. Al Munawiyah rahimahullah jelaskan hadits ini :
…
“[melepaskan pakaiannya di selain rumah suaminya] Merupakan majas yang artinya memperlihatkan ketelanjangan di depan laki-laki ajnabi (non-mahram), dan janganlah kamu berusaha menutupi aurat di hadapan mereka. [maka ia telah merobek hijab antara dirinya dengan Allah azza wa jalla] karena Allah ta’ala mengirim (menciptakan) pakaian untuk menutupi ketelanjangan. Jadi pakaian yang robek di sini berarti pakaian kesalehan” (Faidul Qodir3/176).
Dengan demikian, hadits ini tidak melarang seorang wanita untuk tinggal di luar rumah selama dia memenuhi syarat, termasuk selalu terikat dengan jilbab syar’i dan tidak memperlihatkan auratnya di depan pria non-mahram.
Wallahu a’lamsemoga Allah ta’ala memberikan taufiknya.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Anda dapat membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Unduh sekarang !!
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONOR.
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
YAYASAN JARINGAN YUFID
Kode BSI: 451
Langit terindah, Ucapan cerai dalam islam, In Shaa Allah atau In Shaa Allah, Lafadz perjanjian nikah bahasa arab, Cara berhubungan intim menurut islam, Siapa nama paman nabi Muhammad